Sabtu, 20 Maret 2010

Suka Duka Sebagai Istri Wartawan



E.KOMARIAH adalah istri tercinta H.Eddy Padmadisastra yang dipersunting pada tahun 4 Juli 1959. Pasangan suami istri yang selalu harmonis hingga tua ini dikarunia dua putri (Rita Sabarniati,SH,M.Si dan Sri Widyawati,SH,S.IP) dan seorang putra (Bambang Kusnohadi, S.IP).
Selama mendampingi sang suami, H.Eddy Padma seorang wartawan di sebuah surat kabar besar terbitan Jakarta (Suara Pembaruan yang sebelumnya bernama Sinar Harapan), pensiunan guru SMAN 1 Tasikmalaya ini mengaku banyak kisah suka dan dukanya.
“Tapi lebih banyak sukanya.Dalam hal ini, misalnya saya sering mendampingi Pak Haji saat mengikuti liputan ke objek-objek wisata dan bahkan lawatan ke luar negeri seperti ke Malaysia nonton pertandingan bulutangkis saat itu Liem Shie King yang juara, sehingga saya bisa liburan dan banyak menambah pengalaman, ”ungkapnya.
Tugas jusnalistik ke luar negeri seperti Hongkong dan Belanda, baik ditugaskan kantor maupun mendapat undangan dari pemerintah, dipastikan E.Komariah ikut serta. Bahkan, ia sebagai guide bagi sang suami maupun rombongan. Maklum saja, ia seorang guru Bahasa Inggris di SMAN 1 Tasikmalaya, tentunya fasih dalam berbahasa asing terutama Inggris. Dengan demikian, rombongan pada lawatan jurnalistik ke mancanagara terasa tenang, karena istri Eddy Padma bisa membantu dalam hal komunikasi dengan orang asing.
Kalau dukanya, bukan karena masalah materi, karena selain ia bekerja sebagai PNS dan juga penghasilan sebagai wartawan surat kabar besar sangat memadai. Namun yang menjadi persoalan, karena ia bersama putra-putrinya seringkali ditinggalkan tugas untuk peliputan berita terutama ke luar kota dalam waktu beberapa hari seperti ketika ditugaskan ke Maros Ujungpandang selama 14 hari mengikuti “Pekan Nasional VII Pertanian dan Keluarga Berencara” pada 3 Juli 1988. Walaupun kebutuhan hidup keluarganya dijamin oleh kantor, menurut E.Komariah, keluarganya tetap saja merasa kehilangan ‘sang bapak’ selama dua minggu.
“Saya sih bisa memakluminya, karena pekerjaan wartawan itu tidak mengenal batas waktu. Tidak ada waktu siang maupun malam,”tuturnya.
Begitu pun sehar-harinya, meski bertugas di Tasikmalaya, keluarganya sering ditinggal Eddy Padmadisastra saat menjalankan tugas jurnalistiknya. Bahkan seringkali, suaminya pulang malam hingga dini hari. Tapi itulah tugas seorang wartawan yang benar-benar wartawan.
Dalam mendampingi suaminya, Hj.E.Komariah bukan sekedar mendampingi, justru ia banyak membantu. Betapa tidak! Sebelum tulisan beritanya dikirim ke redaksi, H.Eddy Padma selalu minta bantuan
Hj.E.Komariah, untuk ‘ngedit’ mengoreksi berita; baik itu gaya penulisan, susunan kalimat dan tanda baca hingga judul berita agar menarik dan enak dibaca.
“Sebab, pengiriman berita ke Sinar Harapan atau Suara Pembaruan itu sangat ketat. Selektif.”tutur Bu Haji.
Karena itu tak mengherankan, jika berita yang dibuat H.Eddy Padma sebelum dikirim ke redaksi, tentu saja harus dikoreksi oleh sang istri dan harus beberapa kali diulang untuk diperbaiki. Pria ini selalu menghargai pendapat, koreksi dan peran sang istri dalam menunjang kariernya.
“Pak Haji itu tak pernah marah bila beritanya dikoreksi dan dikritik. Justru sangat menghargai. Begitu pun bila dikoreksi atau dikritik oleh orang lain.”kata wanita kelahiran Tasikmalaya ini.
Ada pengalaman yang mungkin tak terlupakan oleh E.Komariah bersama putra-putrinya, yaitu ketika peristiwa pabrik roket dan bahan peledak Dahana di Cibeureum meledak pada bulan Maret 1976 yang menghebohkan warga Tasikmalaya. Pada saat kejadian itu, kalau para tetangganya bisa berkumpul bersama keluarga, tapi ia dan anak-anaknya yang masih kecil justru ditinggalkan Eddy Padma untuk meliput berita ke lokasi kejadian.
“Pada saat itu, saya dan anak-anak sempat panik, karena melihat tetangga yang mau pada ngungsi untuk menyelamatkan diri dan keluarga. Sementara saya dan anak-anak, justru ditinggalkan Pak Haji yang mendekati lokasi kejadian. Bahkan saya sangat khawatir, Pak Haji yang menuju lokasi kejadian mengalami hal-hal yang tidak diharapkan.”ungkapnya.
Namun itulah tugas wartawan, menurut E.Komariah, kalau orang lain menjauhi lokasi musibah untuk menyelamatkan diri. Sebaliknya dengan wartawan, justru mendekati lokasi musibah untuk mendapatkan bahan barita (informasi dan foto) yang akurat untuk dipublikasikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar