Senin, 08 Maret 2010

SASONGKO SOEDARJO (1948-2007)



SASONGKO Soedarjo yang akrab dipanggil Koko, seorang pemimpin yang mengenal bawahan. Komisaris PT Media Interaksi Utama (PT MIU) penerbit Suara Pembaruan dan Presiden Komisaris PT Radio Pelita Kasih (RPK), kelahiran Solo pada tanggal 24 Juli 1948.

Selama masa hidupnya, Sasongko adalah anggota Dewan Redaksi Suara Pembaruan, Presiden Komisaris PT Sinar Kasih, Komisaris PT Higina Alhadin (penerbit Kosmopolitan), pengurus Serikat Penerbit Suratkabar (SPS), Presiden Direktur Medikaloka Health Center, dan Pengurus Ikatan Olahraga Dansa Indonesia (IODI), itu dikenal sebagai pribadi yang hangat dan mudah akrab.

Sasongko Soedarjo terkenal di lingkungan Sinar Group sebagai orang yang datang paling pagi di kantor, acap paling pagi pula ia ketika masih terjun


langsung menangani keredaksian memasuki ruang rapat, untuk mengikuti rapat redaksi pagi, pukul 07.00 WIB. Pada kesempatan seperti itu, masing-masing redaktur penanggung jawab mempresentasikan berita dan tulisan yang akan dimuat hari itu. Proses budgeting seperti itu, acap berlangsung sangat serius dan hening. .
Namun, ternyata Koko tidak seserius yang d
itampakkannya pada kesan awal perjumpaan. Keheningan rapat pun mulai pecah. Itu terjadi ketika Wolas Krenak, yang saat itu menjadi Redaktur Desk Hiburan, membacakan proyeksi. Saat membacakan resensi sinetron Di Sini Ada Setan, dan S Nuke Ernawati, Redaktur Kesra yang dikenal sebagai "komentator", langsung menyeletuk, "Di sini juga ada," sontak membuat tawa Koko meledak. "Ya,setan ada di mana-mana," katanya, sambil mengomentari sejumlah judul sinetron dan film Indonesia.

Rapat pagi, yang dilengkapi sajian kue serta minuman hangat, memang banyak menyimpan kenangan manis, hangat, dan akrab dengannya. Nuke, acap menjadi "referensi" bagi Koko untuk mengetahui kue yang disajikan enak atau tidak. .
Dan, itu pula yang terjadi ketika suatu saat onde-onde menjadi sajian rapat. Onde-onde yang sungguh menggugah selera. Bulat sempurna, besar, dengan wijen melekat erat di seluruh permukaan. Di tengah pembacaan proyeksi berita yang berlangsung serius, tiba-tiba ia memecahkan keheningan, "Nuk, kenapa itu onde-ondenya tidak dimakan semua?"
Walau menyimak semua pembicaraan dalam rapat, Koko ternyata tak mengendurkan perhatiannya ke sekeliling. Termasuk meng
amati aksi Nuke melubangi onde-onde, memakan hanya isinya, dan menelungkupkan kembali onde-onde di tisu di depannya seolah masih utuh.



TAK BERUBAH .
Rapi, teliti, dan memperhatikan hal-hal kecil yang acap terlewatkan banyak orang, adalah kesan lain tentangnya. Kebiasaan yang tak mengendur walau sudah melepas sebagian besar aktivitasnya memimpin langsung Suara Pembaruan. Ia terus mengikuti perkembangan berita, ia terus mengikuti denyut nadi kehidupan dan pergulatan redaksi. .
Ia tetap datang paling pagi, pada saat karyawan belum datang. Tetap ikut "repot" jika pendingin ruangan di kantor mengalami gangguan, bahkan "cerewet" kalau melihat lantai kantor kotor. .
Jika tidak ada halangan, ia menghadiri perhelatan pernikahan karyawannya, atau hajatan karyawannya. "Kalau tidak bisa hadir, ia menitip amplop," kata Titi Juliasih Kardjono, rekan kerjanya .
Ia acap kali menjadi orang nomor satu yang hadir jika ada kedukaan yang menyangkut karyawan, bahkan pensiunan. Ia meluangkan waktu mengunjungi karyawan yang sakit.Ia pun tidak pernah pilih-pilih. Ia mengenal bawahannya. Bukan hanya mengenal muka, tetapi selalu tak lupa menyebut nama. Sangat manusiawi, adalah kesan yang muncul jika menanya sebagian besar anggota Keluarga Sinar Group tentang pribadinya. .
Ia pun tak mengubah kebiasaannya memberi semangat anggota Keluarga Sinar Group dengan caranya sendiri. Ia memanggil wartawan yang karyanya menarik perhatiannya, dan mengajaknya berbincang. Ia "menegur" wartawan yang salah menuliskan istilah, nama, atau jabatan sese- orang, dengan memberi catatan dilengkapi tanda tangan di bawah catatannya.
Ia bukan pula orang yang memaksakan kehendak. Ketika koleganya mengirimkan artikel dan redaktur penanggung jawab opini menilai tidak laik muat, ia menerima argumentasi si redaktur. Ia bahkan membantu memberitahu sang kolega.

Koko adalah putra tertua pasangan Soekini dan Soedarjo almarhum, Presiden Komisaris PT Sinar Kasih yang menerbitkan Sinar Harapan (kemudian diberedel pemerintah dan menjadi Suara Pembaruan) dan Mutiara, 1983-2000, Presiden Direktur sekaligus Pemimpin Perusahaan PT Media Interaksi Utama, perusahaan yang menerbitkan Suara Pembaruan 1987-1998, Direktur PT Sinar Agape Press, 1973-1998, Komisaris PT Sitra Express, 1978-2001, dan Komisaris PT Pustaka Sinar Harapan, 1981-2000. Ia kakak Soetikno Soedarjo, Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Group.
Selepas meraih gelar master of business administration dari University of San Francisco, California, AS, pada 1973, Koko berkarya di PT Union Carbide Indonesia, sampai 1978. Namun, ia kemudian mengikuti jejak ayahnya berkarya di bidang pers. Ia menjadi Manajer Sirkulasi PT Sinar Kasih, bertanggung jawab atas peredaran surat kabar Sinar Harapan.
Hanya satu tahun, ia mencoba berkarier di perusahaan lain, di antaranya bidang perdagangan. .
Rupanya, ia tidak bisa meninggalkan dunia pers. Ia kembali ke lingkungan Sinar Group, menjadi Direktur Keuangan PT MIU sejak Oktober 1987, dan kemudian Presiden Direktur PT MIU sekaligus Pemimpin Umum Suara Pembaruan sejak 2001-2007. Ia melepaskan jabatan itu pada Januari 2007. [Suara Pembaruan, 31 Agustus 2007]@@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar