Sabtu, 20 Maret 2010

Perjalanan Jurnalistik ke Belanda Bersama Bupati Tasik





SEMINGGU sebelum melakukan perjalanan jurnalistik ke Belanda, H.Eddy Padmadisastra yang bergabung dengan HU Suara Pembaruan setelah H.U. Sinar Harapan dibredel pemerintah, mengaku terkejut karena hanya dia seorang wartawan anggota PWI yang menerima undangan dari Pemda Tasikmalaya untuk mengikuti rombangan Bupati Tasikmalaya H.Adang Roosman,SH.

Karena merasa penasaran, pria jangkung ini segera menghadap Bupati Adang Roosman dan menanyakannya. “Pak Bupati menjelaskan alasannya, bahwa Pemda Tasikmalaya diundang oleh seorang pengusaha Indonesia yang ada di Belanda setelah membaca berita Suara Pembaruan yang memuat berita mengenai segala potensi di Kabupaten Tasikmalaya. Jadi, wajar bila koresponden Suara Pembaruan yang telah mengangkat potensi Kabupaten Tasikmalaya diikutsertakan pada studi banding sekaligus melakukan tugas jurnalistik.”ungkapnya.

Kesempatan ‘emas’ langka ini tidak disia-siakannya. Setelah mendapat keterangan demikian, Eddy Padmadisastra segera menghubungi Redaksi Suara Pembaruan dan memperoleh izin, sehingga turunlah surat tugas perjalanan jurnalistik ke Belanda selama 20 hari sejak tanggal 27 Agustus 1990.

Keberangkatan rombongan Pemda Tasikmalaya ke Belanda antara lain: Bupati H.Adang Roosman,SH, H.Rustijo,SH, Oon Urawan, Wahyu dan Ajat Sudrajat. Sedangkan pengusahanya adalah H.Adang Kamil,H.Amas dan H.Karsono orangtua pemilik TAZ TV.

Karena nalurinya sebagai wartawan professional, maka H.Eddy Padmadisastra selama berada di Den Haag Belanda, terus saja mengirimkan laporannya untuk dimuat Suara Pembaruan meski pada saat ini sarana komunikasi tidak secanggih sekarang seperti adanya internet yang cepat diakses.

Dan salah satu laporannya, Eddy Padmadisastra menulis mengenai ketertibatan atau tata letak para pedagang kaki lima (PKL) di pusat Belanda yang tertib dan teratur sehingga terkesan ‘asri’ rapi. Dengan demikian, penataan raung kota mengenai PKL di Negeri Kincir Angin bisa diterapkan di kota-kota besar di Indonesia, khususnya di kota Tasikmalaya.

Selain itu, ketika berada di Belanda, Eddy Padmadisastra banyak melakukan komunikasi dengan orang pribumi maupun orang asing, tentu saja minta komentarnya mengenai Indonesia di mata dunia. Pada umumnya, mereka mengetahui Indonesia itu dari media massa; surat kabar harian besar (Suara Pembaruan, Kompas, Media Indonesia, Bisnis Indonesia, The Jakarta Post) atau majalah seperti Tempo yang beredar di luar negeri.

Ada hal menarik, karena pengusaha pribumi maupun pengusaha Indonesia yang berada di Belanda dan negara Eropa lainnya, yang mengetahui segala potensi di Kabupaten Tasikmalaya pimpinan Bupati H.Adang Roosman SH saat itu, justru dari pemberitaan yang dimuat Suara Pembaruan.

“Saya mengetahui potensi yang dimiliki Kabupaten Tasikmalaya, setelah membaca berita yang Anda tulis di Suara Pembaruan beberapa waktu lalu,

sehingga kami mengundang pejabat Pemda Tasikmalaya datang kemari,”ujar seorang pengusaha Belanda kepada Eddy Padma saat itu.

Pulang dari Belanda, Eddy Padmadi selain menuliskan perjalanan jurnalistiknya selama 20 hari bersama rombongan Pemda Kabupaten Tasikmalaya, tentu saja membawa ‘oleh-oleh’ seabreg bahan berita sebagai bahan laporan dan penulisan ‘feature’ berita untuk dimuat Suara Pembaruan. Itulah sebabnya, setiba di rumahnya dan selama beberapa hari, ia menggarap bahan berita untuk kemudian dipublikasikan di media tempatnya bekerja.

“ Jadi, selain saya bisa jalan-jalan ke luar negeri secara gratis dan menambah banyak pengalaman maupun kolega, juga banyak mengumpulkan bahan berita. Perjalanan jurnalistik saya bersama rombongan Pemda Tasikmalaya pun menjadi tidak sia-sia. Dan yang pasti, keikutsertaan saya ke Belanda merupakan suatu penghargaan tersendiri, dan menjadi catatan sejarah dalam hidup saya.”ungkapnya bangga.

1 komentar:

  1. pa...semua anak anak sayang dan bangga pada bapa..mudah2an bapak mendapat tempat disisNya..Amin!!!

    BalasHapus